Selasa, 21 September 2010

Mengobati HIV AIDS di Pengobatan Totok Darah Masjid Raya Al Mashun Medan

Laporan Wartawan Tribun Medan/ Danang Setiaji

Medan - Pengobatan tradisional menjadi alternatif saat biaya rumah sakit semakin tinggi. Totok darah misalnya, pengobatan ini mampu mengatasi berbagai penyakit seperti asam urat, lever, diabetes, bahkan HIV/AIDS.

Hari ini, Rabu (11/08/2010) Pengobatan Tradisional Totok Darah Walet Putih dan Kenaziran Masjid Raya, membuka stand pengobatan di halaman Masjid Raya Al Mashun,Medan.

Handoko (27), penjaga stand, mengatakan biaya pengobatan totok darah di diskon selama Ramadhan. Untuk totok darah seluruh badan hanya dikenakan biaya sebesar Rp 40 ribu. Bila hari biasa, dikenakan Rp 75 ribu. Di luar Ramadhan pengobatan ini berkantor di Jalan Ekabudi nomor 6, Gedung Johor, Medan.


Pasien dapat memilih bagian tubuh mana yang ingin ditotok. Handoko menjelaskan tersedia beragam paket. Untuk totok kepala dan wajah dikenakan biaya Rp 15 ribu, tangan dan kaki dikenakan Rp 20 ribu, badan saja dipatok Rp 20 ribu, sementara untuk badan, kepala, dan wajah dipatok sebesar Rp 30 ribu rupiah.

Kebanyakan, pasien totok darah  adalah para menderita asam urat, lever, dan keletihan badan. Meski begitu, pengobatan Walet Putih, pernah berhasil mengobati pasien penyakit HIV/AIDS.

"Kita berhasil mengobati  pasien HIV/AIDS dari Malang. Sekarang dia sembuh total dan menjadi guru silat di perguruan kami," kata Handoko.

Selain melalui cara totok darah, pengobatan juga dilakukan melalui penyaluran energi positif. Handoko menambahkan pengobatan ini berlandaskan Islam, karena itu setiap mengobati pasien selalu diawali membaca Basmallah.

Sabtu, 11 September 2010

Najis Tapi Mantap

Ini adalah hasil laporan saya setelah wawancara dengan Dimardi Abbas, pemilik radio Kiss FM di Medan. Ia menceritakan pengalamannya menikmati beraneka rasa kopi, satu diantaranya adalah kopi luwak. Kalimat "najis tapi mantap", saya ambil dari kutipannya saat ia bercerita tentang kopi luwak...

Najis Tapi Mantap, Bung!

Majelis Ulama Indonesia (MUI), Selasa (20/7/2010), mengeluarkan fatwa halal untuk jenis kopi luwak. Bagi sebagian kalangan, nama kopi luwak mungkin terasa asing. Namun, bagi penikmat kopi luwak di Medan, kopi ini menjadi satu di antaranya yang difavoritkan.

Alasan utama mengapa Kopi Luwak digemari penikmat kopi sejati adalah citarasa dan aromanya yang khas. Pemilik jaringan Radio Kiss FM Medan, Dimardi Abas, mengaku jatuh cinta pada kopi luwak beberapa tahun lalu, secara kebetulan.

“Seorang teman waktu itu mengajak saya nongkrong untuk menikmati jenis kopi ini. Sebagai penikmat kopi, tentu saja tawaran ini tak saya sia-siakan,” ujar Dimardi saat ditemui di rumahnya, Jalan Cut Nyak Dhien No 16, Medan, beberapa waktu lalu.

Kopi Luwak (Dok/Net)

“Saya ini pecinta seni. Menyeruput kopi juga seni. Khususnya kopi luwak. Cara penyajiannya lain dari pada yang lain. Sekali saya mencoba, tak bisa lupa,” kata Dimardi.

Selain rasa nikmat, Luwak menjadi pilihan penikmat kopi kelas atas karena memiliki kadar keasaman rendah. “Pada dasarnya jenis kopi itu sama, namun tingkat keasamannya berbeda-beda. Untuk kopi luwak ini, mungkin karena hasil olahan perut si luwak, fermentasinya menjadi lebih sempurna,” kata Dimardi.

Meski sangat menggilai, Dimardi tak menampik bahwa asal muasal kopi luwak terbilang “jorok”.  Darmadi menyebutnya dengan kata yang lebih “keras”: najis.

“Ya kalau dipikir, kopi luwak itu kan asalnya dari kotoran si Luwak. Itu kan najis. Tapi mungkin karena fermentasi perut si Luwak yang bikin aromanya jadi harum. Rasanya pun jadi lebih nikmat. Pendeknya, mantap,” kata Damardi sambil tertawa.

Damardi menghabiskan duit Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per minggu untuk menikmati kopi luwak.

Baju Khusus untuk Masuk Brankas BI Medan

Laporan Wartawan Tribun Medan/Danang Setiaji

Posisi Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral di Indonesia membuat sistem keamanan di BI sangat ketat.
Kepala Tim Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Sumut dan NAD, Maurids H. Damanik, mengatakan sistem keamanan BI sangat ketat karena merupakan lembaga negara. Sesuai prosedur resmi, BI sudah menjalin kerja sama dengan pihak berwajib. "Di pintu masuk itu kan sudah ada metal detector, itu salah satu sistem keamanan di sini," ujar Maurids, Selasa (13/07).
Foto : Tribun Medan/Irwansyah Putra Nasution


Maurids mengatakan CCTV tersebar di seluruh areal BI, mulai dari pintu gerbang, lift, sampai ruangan-ruangannya. Saat ditanya berapa jumlah CCTV di gedung BI, ia enggan mengatakannya. "Tidak perlu dikatakan. Nanti malah memancing penjahat," ujarnya.

Untuk masuk ke tempat penyimpanan uang (brankas), mereka harus menggunakan baju khusus tanpa kantong yang telah disediakan oleh pihak BI. 


"Walaupun saya punya wewenang, saya tetap memakai baju khusus kalau masuk ruangan itu," ujar Maurids. (*)

Monumen Perjuangan Nasional

Saya paling suka melihat kembali benda-benda ataupun monumen yang mempunyai nilai sejarah. Terlebih bila itu berkaitan dengan sejarah bangsa ini. Rasa nasionalisme saya seperti bergelora didalam dada, melihat peninggalan yang penuh dengna sejarah. Di Medan, saat saya mampir ke Lapangan Merdeka atau lebih dikenal sekarang dengan sebutan Merdeka Walk, masih berdiri kokoh Monumen Perjuangan Nasional yang menandakan perjuangan rakyat di Sumatera Utara pada saat itu dalam merebut kemerdekaan.

Monumen Perjuangan Nasional yang berlokasi di komplek Lapangan Merdeka Medan, Senin 12 Juli 2010 (Tribun-Medan/Danang Setiaji)

Monumen Perjuangan Nasional masih tetap berdiri kokoh di Lapangan Merdeka, Medan. Namun sampah-sampah yang berserakan disekitarnya membuat monumen ini terlihat tidak terawat. Monumen ini diresmikan pada tanggal 9 Agustus 1986 oleh Achmad Tahir.Pada monumen ini terpahat tulisan "Apel Proklamasi Pertama Di Lapangan Fukuraido Tanggal 6 Oktober 1945". Lapangan Fukuraido yang kelak kita kenal dengan nama Merdeka Walk mempunyai sejarah yang luar biasa karena merupakan tempat diadakannya upacara proklamasi.

Pada monumen ini juga terpahat tulisan "dipersembahkan kepada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia". Selanjutnya juga terpahat tulisan "monumen ini dibangun oleh seluruh pejuang RI Sumatera Utara". Bila kita perhatikan makna kalimat itu dalam-dalam, tampak betapa sulitnya merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.

Sudah sepantasnya bila warga Sumatera Utara, khususnya warga Medan menjaga dan menghargai peninggalan sejarah ini. Tidak membuang sampah sembarangan dan menjaga kebersihan area monumen ini sudah merupakan bentuk penghargaan terhadap jasa para pahlawan yang rela mengorbankan nyawa demi Indonesia.

Jumat, 10 September 2010

Buku Bekas di Medan

Bila melihat lokasi penjualan buku bekas di Medan ini, saya jadi teringat pasar Senen di Jakarta yang menjual berbagai buku kuliah saya dulu. Buku-buku bajakan yang murah meriah dikantong mahasiswa, walau begitu toh isi buku itu tetap sama. Di Medan ini, tidak hanya buku-buku anak kuliah saja yang dijual, tetapi juga buku anak sekolah. Saat saya meliput ini, saya mewawancara sekelompok anak SMA yang sedang membeli buku ditempat tersebut. Menurut mereka, harga buku yang dijual memang separuh harga toko.

BUKU BEKAS - Sejumlah warga sedang berburu buku bekas di Lapangan Merdeka Medan (Tribun Medan/Danang Setiaji)

Bedanya, pasar buku di Medan ini mendapatkan buku-buku bekasnya dengan cara membeli dari siswa ataupun mahasiswa yang sudah lulus. Berikut adalah hasil laporan saya mengenai buku bekas disana :

Buku Bekas di Lapangan Merdeka Medan Jadi Incaran
Laporan Wartawan Tribun Medan/Danang Setiaji

Tahun ajaran baru membuat Pasar Buku Bekas di Lapangan Merdeka Medan menjadi incaran para siswa. Harga buku cetak baru yang mahal membuat Dila, Widya, dan Nisa berburu buku pelajaran di Pasar Buku Lapangan Merdeka, Medan. Mereka mengatakan harga buku yang dibeli bisa separuh harga jika dibandingkan dengan beli di sekolah atau toko buku resmi.

"Di sini 74 ribu bisa dapat tiga buku. Kalau beli di sekolah hanya dapat satu buku," ujar Dila, Senin (12/7/2010). Senada dengan Dila, Widya juga mengatakan membeli buku di Lapangan Merdeka Medan habis Rp 400 ribu. Beda jauh bila membeli di sekolah yang bisa mencapai Rp 700 ribu.


Seorang pedagang buku bekas, Wauban (45) mengatakan, dirinya mendapat buku-buku bekas dari murid-murid yang naik kelas. Ia sudah berjualan buku selama 25 tahun. Selain menjual buku sekolah, buku untuk perguruan tinggi juga dijual di kawasan Lapangan Merdeka Medan. Wauban menambahkan, dirinya sudah hapal kapan tahun ajaran baru anak sekolah dan perguruan tinggi.

"Kalau yang dijual buku baru, bedanya paling lima persen dari di toko. Kalau buku bekas memang sampai 50 persen," ujar Wauban.(*)

Dimana-mana, Angkot di Indonesia Sama Saja

Ini saya tulis karena saat itu benar-benar jengkel dengan cara mengemudi para supir angkot di Medan. Mereka mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan tinggi, menyalip kendaraan saya dan tiba-tiba berhenti mendadak didepan saya!!Grrrrrrr.........!!!

Saya yang saat itu sedang mengendarai sepeda motor, beberapa kali hampir terjatuh karena ban motor saya menjadi selip gara-gara rem mendadak. Angkot ini juga berhenti disembarang tempat, setelah membuat saya hampir terjatuh, mereka masih menghalangi jalan saya dengan mobil butut mereka.

Angkutan umum di Medan yang berhenti tidak pada tempatnya sehingga mengakibatkan kemacetan lalu lintas (Tribun Medan/ Danang Setiaji)

Tak hanya itu, supir angkot ini juga hobi menerobos lampu merah. Saya yang mengikuti aturan lalu-lintas dengan baik dan benar, yaitu berhenti saat lampu menyala merah, malah diklakson oleh mobil-mobil butut ini karena mereka ingin menerobos. Angkot-angkot seperti ini perlu ditertibkan karena sudah mengganggu pengguna jalan lain.

Kamis, 09 September 2010

Oleh-oleh Medan

Tanggal 7 Juli 2010, saya jalan-jalan ke jalan Mojopahit, Medan. Disana adalah pusat oleh-oleh khas Medan. Mulai dari Bika Ambon, Bolu, Lapis Legit, dan Marquisa. Saya kesana mencari sendiri apa oleh-oleh baru disana yang belum pernah dipublikasikan. Sepanjang jalan Mojopahit, berjejer toko yang menjual Bika Ambon dan Marquisa. Ya, kedua barang itu mudah sekali didapat di jalan ini. Sampai akhirnya saya mampir ke toko Joya Bakery & Cakes, disana saya melihat puding alpukat, yang menurut saya adalah hal yang baru.
Karena penasaran, saya coba tanya ke pemilik toko mengenai puding alpukat tersebut. Ternyata harga puding itu cukup terjangkau, hanya 20 ribu sudah bisa membawa sekotak puding tersebut. Dibawah ini adalah hasil laporan saya mengenai puding tersebut :



Puding Alpukat, Oleh-Oleh Khas Medan Yang Baru
Laporan: Danang Setiaji

Puding alpukat, oleh-oleh baru khas Medan (Danang Setiaji)  


Medan - Aroma lembut esen alpukat, manis, dan dingin bercampur menjadi satu, saat saya mencicipi puding alpukat, di toko Joya Bakery & Cake, Jl Majapahit No. 96 H Medan, Selasa (06/07). Teksturnya yang indah, kenyal dan halus, mirip dengan bolu gulung, menjadikan puding alpukat layak menjadi oleh-oleh baru khas kota Medan.
Kawasan Jalan Mojopahit, sangat terkenal sebagai pusat oleh-oleh khas kota Medan. Beragam oleh-oleh dijajakan, seperti Bika Ambon, Lapis Legit, Bolu Gulung, sampai Marquisa. Bagi saya, banyaknya toko yang menjual produk sejenis membuat barang tersebut sepertinya sudah umum untuk dijadikan oleh-oleh. Saya pun mencoba oleh-oleh baru khas Medan yakni puding Alpukat.

Niat untuk mencari oleh-oleh yang lain dan unik menjadi tujuan. Toko yang menjual makanan yang berbeda untuk dijadikan oleh-oleh, saya temukan di kawasan itu. Menjejakkan kaki di toko Joya Bakery & Cakes, mata saya tertuju pada jenis makanan yang dijajakan, yaitu adanya menu baru puding alpukat.

Saya bertanya kepada pemilik took, Hengky (52), mengenai puding alpukat tersebut. Ia menjelaskan kalau puding alpukat, satu  makanan khas baru untuk dijadikan oleh-oleh. Bahan pembuatannya juga tidak sulit, seperti gula merah, santan, dan tentunya buah alpukat itu sendiri. Sayang pemilik toko enggan menjelaskan cara pembuatannya, ia hanya mengatakan kalau bahan-bahan tersebut dimasak terpisah.

Penasaran juga sih, saat Hengky menjelaskan puding alpukat yang lunak itu mampu bertahan di hawa panas selama 5 jam. Oleh karena itu ia tidak ragu mengatakan kalau puding alpukat dapat dijadikan sebagai oleh-oleh.

Saya pikir pantas saja pudding ini dijadikan oleh-oleh. Harga puding alpukat ini juga tidak mahal. Cukup dengan merogoh 20 ribu rupiah sudah bisa membawa sekotak puding alpukat.
Tak heran kalau toko ini biasa ramai didatangi pengunjung. Pengunjung yang datang biasanya dari Jakarta, Padang, Aceh, dan Surabaya. Dalam sehari pengunjung yang datang bisa 50 sampai 100 orang untuk membeli oleh-oleh.

Toko Joya Bakery & Cakes dikelola oleh pasangan suami istri, Hengky (52) dan Lina (44), yang merintis usaha sejak muda. Dari usaha industri rumahan, usahanya berkembang dan dikelola secara professional. Melihat potensi larisnya, puding alpukat ini sudah mulai diminati pengunjung kota Medan. Tak salah saya membelinya sebagai oleh-oleh. Anda juga bisa mencicipinya bila singgah ke Medan.